BILD SURABAYA-Pada Hari Kamis, 7 Januari 2010 pukul 02:53:55 wib Untuk menekan atau mengurangi Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) atau trafficking perdagangan wanita di luar negeri harus ada kerjasama antara pekerja media dan pemerintah. Hal ini terkait dengan meningkatnya jumlah pelanggaran perdagangan orang yang telah meningkat di Jatim.
”Jadi untuk menekan dan menurunkan angka perlu ada kerjasama antara pekerja media dan pemerintah. Kerjasama ini diharapkan dapat mengurangi tindak kriminal perdagangan orang di Jatim,” ujar Wakil Ketua Forum Pemberdayaan Perempuan dan Anak (FP3A) dan advokasi Pusat Pelayanan Terpadu PPT Jatim Lucy Amariani SH MSi saat ditemui usai acara dialog interaktif FP3A dengan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Gedung PWI Jalan Gubernur Surya, Kamis (7/1).
Menurutnya, saat ini data kejahatan traficking perkembangannya pesat dan juga menjadi masalah nasional. Ini dibuktikan dengan data traficking mencapai 32 triliun, pelacuran 29,7 T, sktor jasa 19,9 T. ”Saat ini perkembangan trafficking tidak hanya menimpa dewasa tapi juga menimpa anak di bawa umur.” ungkapnya
Ia menjelaskan, pada dasarnya ada tiga penyebab yang dapat berpotensi terjadi traficking anak. Yakni lebih pada persoalan desakan ekonomi, dampak dari gaya hidup hedonisme (berlebihan), dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Untuk kasus desakan ekonomi, rata-rata terjadi pada keluarga yang kurang mampu yang tengah terlilit banyak utang. Karena keluarga atau orang tua tidak mampu untuk membayar, pada umumnya, anak-anak yang akhirnya diberi beban untuk menanggung dan melunasi utang. Dalam hal ini, orang tua pun kerap kali yang menjadi penyebab terjadinya trafficking dan menjerumuskan anaknya menjadi korban.
Untuk peluang terjadinya trafficking juga dapat muncul dari dampak media elektronik atau iklan yang kerap memunculkan gaya hidup modern. Banyak pula sikap hidup mewah atau hedonisme muncul dari sinetron yang ditayangkan di televisi. Mulai dari penggunaan ponsel canggih, pakaian mewah, dan perhiasan yang berlebih membuat para korban juga ingin mendapatkan kemewahan tersebut. Sehingga obsesi menjadi kaya pun semakin kuat dan tidak sedikit pula yang akhirnya menjadi korban.
Selain itu, faktor tingkat pendidikan yang rendah atau bahkan anak yang putus sekolah dapat terjerumus menjadi korban. Dari pengetahuan yang kurang tentang trafficking, tidak sedikit pula yang pada akhirnya menjadi korban.
Maka dari itu, ia berharap masyarakat untuk turut serta membantu dan berperan dalam pemberantasan terhadap peredaran dan perdagangan gelap manusia dan juga berpesan kepada jurnalis untuk lebih memahami terhadap isu trafficking meningkat, sensitivitas dan empati jurnalis terhadap korban trafficking meningkat. "Yang juga sangat penting, mampu mewawancarai korban trafficking dan menyajikan berita tentang trafficking sesuai kode etik yang berlaku," pungkasnya. (Ronny & Tia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar