BILD SURABAYA-Pada Hari Senin, 7 Nopember 2011 pukul 10 WIB Kepala Dinas
Perkebunan Jatim, Ir Moch Samsul Arifien MMA mengatakan penurunan harga jual
tembakau itu cukup drastis. Terlebih, kini telah memasuki musim hujan dengan
intensitas lebih, sehingga membuat tembakau petikan terakhir mengalami
penurunan kualitas.
Karena hujan membuat kualitas tembakau menurun, namun dapat meningkatkan
kuantitas hasil produksi berkisar 40 persen dibandingkan tanpa hujan. Beratnya
pun bertambah karena tembakau menjadi berkembang. Seperti tembakau rajangan,
sebelum turun hujan sebanyak 40 kilogram, dengan harga Rp 25.000, bisa
memperoleh uang Rp1 juta. Setelah hujan, tembakau rajangan bisa mencapai 60
kilogram dengan harga Rp17.000/kg, perolehannya Rp 1 juta lebih
Produksi tanaman tembakau di Jatim kini telah memasuki petikan terakhir
(bagian pucuk) yang memiliki kualitas dan kadar nikotin sangat rendah. Ini
berpengaruh pada harga jual. Misalnya, tembakau Virginia Voor Oosgt (VO)
Bojonegoro, jika pada musim kemarau lalu harga bisa mencapai Rp 33 ribu per
kilogram untuk tembakau rajangan, kini harganya hanya tersisa Rp 6-12 ribu per
kilogram.
Dari data Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) JATIM yaitu kini
harga tembakau memang terus anjlok. Melorotnya harga itu dikarenakan jumlah
produksi yang mengalami overload. Jika area tanam 2010 hanya 105 ribu hektar
dengan produksi sekitar 80 ribu hingga 90 ribu ton, tahun ini area tanam yang
ada seluas 123 ribu hektar dengan produksi 100 ribu ton lebih.
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Timur Bpk Amin
Subarkah mengatakan jumlah produksi yang melimpah itu didukung oleh musim
kemarau yang cukup panjang. Meski musim panen kali ini produksi tembakau
meningkat sekitar 15 ribu ton dari sebelumnya 115 ribu ton, namun tidak diikuti
harga jualnya meningkat. Sebaliknya, produksi tembakau yang mencapai 125 ribu
ton membuat harga tembakau di sejumlah daerah di Jatim anjlok sekitar Rp 20
ribu per kg-nya.
Sayangnya kualitas dan produksinya bagus, harganya malah turun.
Rata-rata turunnya sekitar Rp 20 ribu per kg. Kami masih mengusahakan agar
industri besar tetap menyerap tambakau dari petani.
Melimpahnya
produksi tembakau itu juga terus diserap oleh gudang-gudang pabrik rokok.
Karena jumlahnya yang melimpah, kini banyak pula gudang pabrik rokok besar yang
mulai penuh, sehingga sisa hasil produksi yang tidak diserap oleh industri
besar kemudian dibeli oleh industri kecil dengan harga relatif murah.
Kepala Dinas Perhutanan dan Perkebunan Bojonegoro, Bpk Achmad Djupari
mengatakan, turunnya hujan di wilayah Bojonegoro memang dikhawatirkan dapat
menurunkan kualitas tembakau. Ia pun mengimbau pada para petani agar tak
memanen tembakaunya langsung usai terkena guyuran hujan. Kalau tembakau
terguyur hujan, biarkan dulu satu atau dua hari, setelah itu baru dipanen agar
kualitasnya tetap bagus dan tak gampang busuk, karena terlalu lembab.
Ia juga optimistis tanaman tembakau di wilayahnya baik yang ditanam
sesuai jadwal, maupun di luar jadwal tetap bisa diserap pabrikan dan pedagang.
Pertimbangannya, menjelang akhir panen ini, pedagang dari luar daerah masih
melakukan pembelian, seperti dari Madura, Probolinggo, serta Parakan Klaten dan
Temanggung Jawa Tengah.
Para pedagang itu, katanya, melakukan pembelian tembakau
baik Virginia VO rajangan dan krosok, karena untuk dijual kembali di daerahnya
dengan harga yang lebih tinggi. Meskipun tembakau yang dibeli di Bojonegoro
tersebut sebagian besar merupakan petikan atas. Berdasarkan data pada Kantor
Dinas Perhutanan dan Perkebunan, tanaman tembakau Virginia VO yang ditanam,
sesuai jadwal, Mei-Juni luasnya mencapai 12.250 hektare. Sedangkan tembakau
yang ditanam di luar jawal berkisar Juli, yang diperkirakan luasnya mencapai
1.000 hektare, sekarang ini sudah mendekati akhir panen. (Ronny)