BILD SURABAYA-Pada Hari Rabu, 23 Febuary 2010 Pukul 10 WIB Produksi gula dari hasil penggilingan tebu oleh semua pabrik gula (PG) di Indonesia tahun 2009 sedikit menurun dan mencapai 2,29 juta ton dibanding realisasi 2008 sebesar 2,6 juta ton.
Penurunan produksi antara lain akibat berkurangnya areal pengusahaan tebu rakyat seluas 20.000 ha menyusul kurang kondusifnya harga gula sepanjang 2008 dan perubahan iklim (climate change) yang berdampak signifikan terhadap perkembangan tanaman. Khusus untuk iklim terjadi anomali yang memunculkan fenomena: (A) pembungaan tebu yang lebih cepat sehingga stagnasi pertumbuhan menjadi lebih cepat, (b) hujan berkepanjangan pada awal giling yang mengakibatkan ketidaklancaran angkutan tebu dari kebun ke pabrik, dan (c) kemarau ekstrim kering setelah Agustus 2009.
Kebutuhan gula untuk konsumsi langsung (direct consumption) saat ini 2,7 juta ton. Dengan tingkat produksi sekarang, praktis masih diperlukan tambahan berupa impor. Kementerian perdagangan telah memutuskan impor gula konsumsi sebanyak 500.000 ton. Hak impor antara lain diberikan kepada perusahaan gula yang dalam proses produksinya menggunakan minimal 75% tebu rakyat. Dalam pelaksanaannya, per 23 Februari 2010 perdagangan gula impor belum mencapai kuota ditetapkan. Impor berlangsung saat harga gula dunia tinggi dan banyak negara melakukan kegiatan sama.
Untuk pertama kalinya dalam 30 tahun terakhir, harga gula dunia mencapai USD 750 per ton FOB (harga di negara asal, belum termasuk premium dan biaya pengapalan), sedangkan dalam keadaan normal hanya USD 320-USD 360.
Meningkatnya harga gula dunia hendaknya dipandang sebagai momentum untuk menata ulang industri nasional agar tidak saja berkemampuan mencukupi kebutuhan untuk konsumsi langsung, namun dalam jangka panjang diarahkan untuk swasembada untuk berbagai jenis gula. Sebagai organisasi yang concern terhadap pengembangan sumber daya dan teknologi, Ikatan Ahli Gula Indonesia (IKAGI) merasa terpanggil untuk dapat memberikan solusi komprehensif ditinjau dari aspek teknis dan manajerial yang dirasakan dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kinerja PG. workshop nasional yang digelar di Surabaya kali ini merupakan salah satu bentuk partisipasi IKAGI secara aktif melalui identifikasi dan pemetaan masalah, mengembangkan berbagai alternatif, dan rekomendasi/saran paling rasional yang dapat dilakukan. Tentu karena sejumlah pertimbangan, masing-masing PG perlu mengadaptasikannya dengan lingkungan setempat.
Secara umum IKAGI mendukung langkah-langkah menuju percepatan swasembada gula nasional, antara lain melalui revitalisasi atas PG-PG yang sudah ada (baik melalui budidaya maupun pabrik dengan meningkatkan kapasitas, efisiensi, mutu produk dan menjadikan PG sebagai industri ramah lingkungan), pembangunan PG baru, dan keharusan bagi industri gula rafinasi yang selama ini menggunakan raw sugar impor untuk bahan baku menjadi berbasis tebu baik melalui pembangunan kebun sendiri maupun bekerja sama dengan PG.
IKAGI berpendapat masih diperlukan kebijakan proteksi yang bermaksud melindungi petani dan PG dari dampak liberalisasi perdagangan yang seringkali kurang menguntungkan dan kebijakan promosi sebagai sarana memotivasi pelaku usaha meningkatkan daya saing usahanya.
Pada akhirnya terwujudnya industri gula berdaya saing tinggi yang mampu meningkatkan kesejahteraan multi-stakeholders secara berkelanjutan akan sangat tergantung pada kesiapan sumber daya manusia dan aplikasi teknologi. Sadar akan peran dan tanggung jawab profesional masing-masing merupakan salah satu bentuk komitmen yang ingin diwujudkan dalam workshop. (Ronny & Tia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar