BILD SURABAYA -Rabu, 14 Desember 2011 pukul 12:39 WIB Kepala Dinas Perkebunan Jatim, Ir Moch Samsul Arifien MMA mengatakan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No 167/PMK.011/2011 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau telah diatur akan terdapat kenaikan sebesar 15 persen yang mulai diberlakukan per 1 Januari 2012. Kendati begitu,
Dinas Perkebunan Jatim yakin jika itu takkan mempengaruhi hasil produksi tembakau Jatim. Saat ini seluruh tembakau Jatim telah dipanen dan kenaikan cukai itu tak terlalu berpengaruh, karena seluruh tembakau terbeli oleh pabrik rokok besar dan kecil,” kata saat dikonfirmasi,
.
Samsul meyakini jika kenaikan itu juga tak akan berpengaruh pada produksi rokok Jatim. Artinya, dengan kenaikan pita cukai rokok, harga jual pun akan ikut naik. Biar rokok mahal, orang merokok itu tidak bisa ditahan, jadi pasti tetap laki.
Dengan kenaikan cukai rokok ini, banyak kekhawatiran mengenai ancaman produsen rokok rumah tangga yang terancam bangkrut, karena tak mampu beli pita cukai yang mahal. Dengan begitu, potensi terjadinya PHK karyawan bisa saja terjadi. Terkait itu, Samsul menolak berkomentar. Soal produksi pabrik rokok itu urusan perindag (Dinas Perindustrian dan Perdagangan), disbun hanya urusi produksi tembakaunya,
Adanya permenkeu itu, ternyata juga didukung oleh Gubernur Jatim, Dr H Soekarwo. Beberapa waktu lalu, Soekarwo menjelaskan, dalam sebuah peraturan, termasuk Permenkeu ini terdapat dua hal penting, yakni peraturan sebagai perlindungan terhadap hak-hak masyarakat dan pembatasan karena terdapat sesuatu yang mengkhawatirkan.
Menurut Soekarwo dengan naiknya bea pita cukai rokok, tentu mengurangi peredaran rokok di masyarakat. Langkah itu diambil untuk alasan menjaga kesehatan masyarakat. Kalau produksi berkurang, lanjut Soekarwo, tak akan menjadi masalah. Jika ada pegawai pabrik rokok kecil yang di PHK, Pemrov Jatim siap mengarahkan dan menyalurkan ke industri UMKM yang kini banyak berkembang pesat di JATIM.
Makna dari kenaikan cukai rokok ini bukan semata-mata untuk menaikkan pendapatan negara tapi juga sebagai alat merekayasa untuk mengurangi angka perokok aktif di JATIM, walaupun saya sendiri merokok, kadang-kadang,
Dalam Permenkeu itu, produksi sigaret kretek tangan (SKT)/sigaret putih tangan (SPT) golongan II dibatasi antara 300 juta-2 miliar batang dari sebelumnya 400 juta-2 miliar batang. Sedangkan golongan III maksimal 300 juta batang dari sebelumnya 400 juta batang.
Kenaikan tarif cukai bervariasi tiap golongan pengusaha pabrik hasil tembakau. Untuk hasil tembakau produksi dalam negeri, kenaikan tertinggi pada sigaret kretek tangan (SKT) dan sigaret putih tangan (SPT) dengan harga jual eceren (HJE) lebih dari Rp 590 per batang/gram dengan kenaikan cukai 51,1 persen dari Rp 235 menjadi Rp 355 per batang. Sementara yang terendah SKT/SPT dengan HJE berkisar Rp 550-Rp 590 per batang/gram, cukainya naik 8,5 persen dari Rp 180 menjadi Rp 195 per batang.
Selama ini, besarnya produksi tembakau dan banyaknya produsen rokok di Jatim, ternyata memang cukup berdampak pada pemasukan pada kas negara. Dari data Dinas Perkebunan Jatim, tercatat bahwa kontribusi cukai rokok Jatim mampu sumbang sebesar 75 persen dari total cukai nasional atau sebesar Rp 45 triliun.
Jumlah itu diperoleh pembelian pita cukai oleh 1.367 pabrik rokok besar dan kecil. Dari segi produksi jumlah rokok, ribuan pabrik rokok di Jatim itu memiliki kapasitas 169,9 miliar batang lebih dari total produksi nasional sebanyak 240 miliar. Dalam pertembakauan nasional, Jatim mampu berikan kontribusi sebesar 83.404 ton atau sekitar 50-55 persen dari kebutuhan nasional. Artinya, dengan banyaknya jumlah produski tembakau, maka wajar jika kontribusi untuk cukai rokok juga tinggi. (Ronny)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar