Selasa, 13 Juli 2010
Mati Sia-Sia Karena Elpiji “Setidaknya 22 orang meninggal dunia dalam kasus ledakan elpiji selama program konversi”
Seorang pekerja menyusun tabung gas 3 Kg di Tangerang, Banten.
BILD JAKARTA-Pada Hari Kamis, 8 Juli 2010 Pukul 12:08 WIB- Jaenah, 50, harus rela sebagian anggota tubuhnya melepuh setelah semburan asap keluar dari tabung gas menghampirinya. Pemilik Warung Tegal di Jalan Meruya Selatan, Joglo, Jakarta Barat, ini menjadi korban ledakan tabung gas elpiji pada Senin 5 Juli 2010, pukul 09.00.
Kejadian ini bermula kerika Jaenah memasang regulator untuk mengganti tabung gas yang telah kosong, tiba-tiba dari tabung yang baru menyemburkan asap berupa gas panas. Bukan api. Jaenah pun harus dirawat di rumah sakit dengan luka bakar itu. Untung saja, nyawa Jaenah bisa diselamatkan. Tapi tidak bagi kasus-kasus yang lain. Puluhan orang harus meregang nyawa gara-gara si hijau ini.
Data Badan Perlindungan Konsumen Nasional yang diterima VIVAnews, Kamis 8 Juli 2010, menyatakan setidaknya telah terjadi 95 kasus ledakan gas sejak awal kali pemerintah menerapkan program konversi minyak tanah ke elpiji pada 2007, hingga Juni 2010. Dari kasus-kasus itu, 22 orang meninggal dunia, dan melukai 131 orang lainnya.
Berdasarkan data itu, kasus kecelakaan gas melonjak pada 2010. Hingga Juni saja, setidaknya telah terjadi 33 kasus kecelakaan yang menewaskan delapan orang, dan mengakibatkan 44 orang luka-luka.
Padahal tahun sebelumnya, jumlah kasus kecelakaan gas hanya 30 kasus dalam setahun, dengan jumlah korban tewas 12 orang, dan luka-luka 48 orang. Pada 2008, jumlah kasus kecelakaan tercatat lebih sedikit, yaitu 27 kasus, dengan korban tewas dua orang dan luka-luka 35 orang. Sedangkan pada 2007, saat program konversi mulai dilakukan, terjadi lima kasus kecelakaan, dengan empat korban luka.
BPKN mencatat, selain karena tidak terpenuhinya standar produksi produk tabung, kompor, dan aksesorisnya, penyebab utama kecelakaan adalah perilaku manusia dan lingkungan di sekitar tabung. Pada masalah aksesori, BPKN menemukan tabung gas yang tidak memenuhi standar mencapai 7 persen, regulator 20 persen, kompor gas 50 persen, katup tabung 66 persen, dan selang yang tidak memenuhi standar 100 persen.
Sementara itu Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menyatakan, 70 persen kasus ledakan berasal dari aksesori kompor gas yang tidak memenuhi standar. Sedangkan sisanya karena perilaku konsumen.
"Kalau masalah perilaku, ini berarti ada indikasi sosialisasi yang dilakukan pemerintah tidak efektif. Bisa juga tidak dilakukan dengan baik," katanya kepada VIVAnews, pagi tadi.
Koordinator Advokasi Kasus Ledakan Elpiji YLKI Karunia Asih Rahayu mengatakan, saat ini baru menerima 10 laporan konsumen atas kerugian elpiji. Mereka sebagian besar keluarga korban ledakan elpiji. "Ada yang keluarganya meninggal, dirawat di rumah sakit, dan ada juga orang yang melapor karena potensi ledakan," katanya.
Meski baru menerima 10 laporan, YLKI berencana menggugat pemerintah atas layanan ini. Menurut dia, sesuai Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen, konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan selama menggunakan suatu produk.
"Jadi, produk yang ada di pasar harus terjamin keamanannya dan ada otoritas kompeten yang mengawasi," katanya. "Nyatanya, 100 persen selang tidak sesuai standar. Karena itu pemerintah harus bertanggung jawab." (VIVAnews)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar