JAKARTA - Rabu, 08 September 2010 Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menyatakan terkejut atas pernyataan Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri (BHD) soal calon Kapolri baru. Pernyataan Bambang yang hanya akan menyetorkan dua nama jelas bertentangan dengan seleksi Kompolnas yang menyurvei hingga delapan jenderal.
''Bisa dikatakan kami kaget. Terkejut atas pernyataan (BHD) itu,'' ujar Sekretaris Kompolnas Adnan Pandupraja saat menemui aktivis Kontras di kantornya kemarin (7/9).
Menurut dia, sampai saat ini tidak ada UU yang mengatur siapa dan lembaga mana satu-satunya yang berhak mengajukan nama-nama calon Kapolri. Bambang yang tiba-tiba menyebut dua nama itu membuat Kompolnas semakin bingung. ''Di internal (Kompolnas) masih dibahas. Ini kok sudah ada wacana dua nama,'' katanya.
Jumat lalu, Bambang menyatakan hanya akan mengajukan dua nama kepada Presiden SBY. Namun, dia belum menyebutkan nama dan kepangkatan mereka. Karena merasa sudah ''didahului'' Bambang, Kompolnas yang berperan sebagai mitra Polri yang diketuai Menko Polhukam itu menjadi agak ragu-ragu untuk menyetorkan nama.
''Terus terang, ada ketidakjelasan. Tidak ada aturan yang jelas mengenai prosedur seleksi sampai ke presiden. Mekanismenya tidak ada,'' ungkapnya.
Yang diatur dalam UU Polri hanya mekanisme bahwa nama calon diajukan oleh presiden ke DPR. ''Tapi, siapa yang boleh usul nama ke presiden itu masih samar. Semua boleh. Kami Kompolnas sebagai lembaga resmi negara juga boleh dong,'' ungkapnya.
Meski begitu, masyarakat diimbau tidak bingung jika ingin memberikan masukan terkait dengan calon Kapolri. Semua pertimbangan akan ditampung dan ditindaklanjuti. ''Yang jelas, posisinya paling tinggi di level Mabes Polri. Pangkatnya bintang dua dan bintang tiga. Kalau ada yang merasa bermasalah, laporkan saja,'' tegasnya.
Kompolnas telah meminta rekam jejak dari KPK, PPATK, serta Komnas HAM untuk delapan nama jenderal. Namun, Adnan menolak menyebutkan nama-nama mereka. ''Yang boleh mengumumukan itu ketua Kompolnas (Menko Polhukam Djoko Suyanto),'' katanya.
Berdasar informasi yang beredar di kalangan wartawan, delapan nama tersebut adalah Irwasum Komjen Pol Nanan Soekarna, Wakapolri Komjen Jusuf Manggabarani, Kabareskrim Mabes Polri Komjen Ito Sumardi, Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Timur Pradopo, Kapolda Sumut Irjen Pol Oegroseno, widyaiswara utama yang bertugas di Sespim Mabes Polri Irjen Pol Bambang Suparno, Kapolda Jatim Irjen Pol Pratiknyo, serta Kepala Korps Brimob Imam Sudjarwo.
Sikap tertutup Kompolnas tersebut memancing kritik dari Kontras. Wakil Koordinator Kontras Indria Fernida menegaskan bahwa masyarakat berhak mengetahui calon-calon Kapolri. Proses tersebut, tegas dia, jangan sampai malah ditutup-tutupi untuk meloloskan calon bermasalah.
''Selama ini, kita tidak pernah mendapatkan informasi yang benar dan cukup jelas siapa sebenarnya calon-calon itu. Bagaimana bisa menilai mereka jika masyarakat tidak tahu calonnya,'' ungkapnya.
Apalagi, publik sedang menunggu sosok Kapolri yang bisa memenuhi harapan. Di tengah persepsi masyarakat yang masih negatif menilai polisi, peran Kompolnas dalam melahirkan sosok Kapolri akan sangat menentukan. ''Ini juga soal kecemasan publik terhadap institusi kepolisian yang belum selesai mengusut isu rekening gendut dan kekerasan. Itu menjadi utang kepada masyarakat,'' katanya.
Berdasar informasi dari MABES POLRI, dua nama yang akan diajukan Bambang ke meja presiden sedang dipilih di antara empat nama. Yakni, Komjen Nanan Soekarna, Irjen Imam Soedjarwo, Komjen Ito Sumardi, dan Irjen Oegroseno.
Di bagian lain, hakim konstitusi Akil Mochtar terus mendorong Nanan untuk menjadi Kapolri. Hakim kelahiran Puttusibau, Kalimantan Barat, itu menilai Nanan adalah sosok paling pas untuk memimpin Polri. ''Saya bukannya mendukung. Tapi, memang dia yang paling pas untuk posisi TB-1 (istilah untuk menyebut Kapolri, Red),'' ujarnya kemarin (7/9).
Nama-nama lain seperti Ito Sumardi, Oegroseno, dan Imam Soedjarwo, menurut Akil, sejatinya juga baik dan potensial. Namun, ujar dia, Polri butuh sosok tegas (bukan peragu), visioner, dan mau membenahi diri.
''Ketika menjadi Kapolda Kalimantan Barat, Nanan menanamkan sikap anti-KKN dengan kewajiban menyematkan pin anti-KKN di dada anggota polisi. Dia juga membuka jalur online 24 jam via HP serta menyumpah anti-KKN Kapolres sesuai agamanya di depan masyarakat banyak,'' ungkapnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar