Kamis, 08 Juli 2010
APA BENAR PEMERINTAH RI PERANGI PRAKTIK TRANSFER PRICING
BILD SURABAYA-Pada Hari Selasa , 06 July 2010 Pukul 06:00 WIB Wartawan BILD Surabaya membaca media Indonesia berjudul Pemerintah Perangi Praktik Transfer Pricing
Pemerintah membentuk kelompok kerja (pokja) yang akan bertugas memerangi kejahatan sektor keuangan sesuai dengan kesepakatan dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Negara G-20 di Toronto, Kanada, pekan lalu. Salah satu bentuk kejahatan keuangan yang akan diperangi adalah praktik transfer pricing.
Tindakan transfer pricing membawa kerugian bagi negara karena mengakibatkan terjadi pengalihan atas penghasilan kena pajak dari suatu perusahaan ke negara-negara yang tarif pajaknya rendah. Sehingga jumlah pajak yang dibayarkan akan lebih rendah.
Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan Hekinus Manao mengatakan dalam rapat kerja dengan beberapa instansi terkait telah disepakati pembentukan pokja yang berisi orang-orang yang berkaitan dengan kebijakan tersebut."Tadi saat rapat Menteri Keuangan sudah mengatakan untuk segera membentuk kelompok kerja yang memikirkan bagaimana mengeksekusi hasil pertemuan di Toronto," ujar Hekinus di Jakarta, kemarin.
Selain jajaran pimpinan Ke-menkeu, rapat juga dihadiri Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dan kepolisian."Secara umum kita setuju dengan ketentuan bahwa semua negara harus terbuka tentang informasi perpajakan agar praktik seperti transfer pricing dapat diberantas," tandasnya.
Hekinus menambahkan, salah satu aspek keterbukaanyang perlu segera disiapkan pemerintah adalah keterbukaan rahasia bank. "Penutupan rahasia bank di beberapa negara itu berpotensi menimbulkan guncangan di sektor finansial global," ujarnya.Hekinus melanjutkan bahwa akan ada sanksi moral kepada negara-negara yang dianggap tidak kooperatif.
Isu krusial
Masalah transfer pricing sebenarnya telah lama dikejar aparat pajak Indonesia. Selama ini diduga banyak perusahaan di Indonesia yang memiliki kerja sama dengan perusahaan sejenis di luar negeri melakukan praktik transfer pricing.Pengamat perpajakan Iwan J
Piliang mengutip data dari Organization of Economic Cooperation Development (OECD) mengatakan bahwa 60% dari transaksi perdagangan di semua negara terindikasi transfer pricing.Di Indonesia, bila praktik transfer pricing bisa diminimalisasi, akan meningkatkan pendapatan dari sektor perpajakan menjadi Rpl.000 triliun.
"Kalau transaksi perdagangan 2009 sebanyak Rp2.100 triliun, berarti terindikasi Rpl.300 triliun raib. Jadi penerimaan pajak bisa saja Rpl.000 triliun dan bukan hanya Rp600 triliun seperti sekarang ini," ungkapnya.Namun yang menjadi masa-lah saat ini adalah sumber daya manusia di Direktorat Jenderal Pajak masih sangat terbatas. Untuk menangani masalah transfer pricing ini, hanya ada 12 orang yang bisa menangani. Padahal ada ribuan perusahaan yang bisa menerapkan praktik kotor ini.
Kebanyakan transfer pricing dilakukan perusahaan yang bergerak dalam sektor pertambangan atau perkebunan. Mereka menjual barang tambang dengan harga murah ke luar negeri. Nantinya, pembeli di luar negeri yang umumnya terafiliasi dengan perusahaan di Indonesia akan menjual kembali barang tambang itu dengan harga lebih tinggi ke pembeli lainnya. Penerimaan negara akan berkurang karena pajak yang disetorkan menjadi rendah.
Wartawan BILD Surabaya tidak yakin Pemerintah Bisa Memperangi Praktik Transfer Pricing karena sistem majemen yang di buat ibu Sri jelek karena banyak celahnya. (RONNY)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar