Minggu, 02 Mei 2010
KEMAJUAN PROPINSI JATIM KARENA PEJABAT BANGUN POLA PIKIR YANG PRIMA & BIJAK
BILD SURABAYA-Pada Hari Kamis, 29 April 2010 Pukul 8:56:45 WIB Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) JATIM bekerja sama dengan Mark Plus Institute Of Marketing mengadakan Ceramah Perubahan Mindset 2 Bersama Bpk Hermawan Kertajaya bertema “Membangun citra pemerintah melalui pelayanan publik yang prima” di Gedung DBL Arena Surabaya
Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Jatim, Dr Harun MSi mengatakan, kegiatan ini diharapkan bisa merubah pola pikir para pejabat dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat.serta di harapkan para pejabat pedulikan & mengutamakan kesejahteraan masyarakat yang kurang mampu.
Gubernur Jawa Timur, Dr H Soekarwo mengajak pejabat di lingkungan pemprov untuk membangun pola pikir yang baru dalam menghadapi tantangan masyarakat ke depan agar lebih maju dan sejahtera. Tantangan dihadapi Jatim saat ini, di antaranya pengangguran, kemiskinan, pendidikan, pemberantasan buta huruf, buta aksara, dan perekonomian.
Permasalahan yang saat ini harus ditangani adalah masih banyaknya pengangguran tingkat terbuka. Menurut data BPS Jatim sampai dengan Oktober 2009 jumlahnya 5,08 persen atau 1.033.512 orang dari jumlah penduduk Jatim, sedangkan nasional jumlahnya 8,6 persen. Padahal, saat krisis ekonomi jumlah pengangguran di Jatim turun 262.122 orang.
Menurutnya, hampir semua daerah agraris termasuk Jatim, jumlah masyarakat miskin banyak, ini karena para petani hanya memikirkan bagaimana meningkatkan produksi padi tanpa bisa mematok harga gabah.
Dicontohkan, saat ini harga pokok produksi gabah sekitar Rp 2.640/kg, tetapi kenyataan tata niaganya tidak bisa melakukan langkah-langkah konkrit, sehingga pada waktu musim panen tiba, harga gabah jatuh menjadi Rp 2.100-2.200/kg. Pada waktu yang sama, kebijakan publik pupuk harganya naik, akibatnya Nilai Tukar Petani (NTP) turun. Dampak dari kondisi yang demikian, menjadikan warga miskin masih banyak di Jatim yakni 16,68 persen atau 6.022.590 orang.
Tentang sistem pendidikan, saat ini telah sesuai dengan kondisi riil, sasaran tenaga kerja, buta huruf, serta buta aksara bisa diselesaikan dengan baik. Yang lain, masalah daya beli sudah membaik serta permasalahan di daerah kabupaten/kota sudah ditangani dengan baik. Inilah permasalahan Jatim yang sedang ditangani oleh pemerintah saat ini.
Gubernur mengatakan, di era demokrasi, masyarakat harus dilibatkan dalam setiap membuat kebijakan. Dalam membuat peraturan/kebijakan, masyarakat sebagai partisipatoris. Karena demokrasi yang partisipatoris merupakan anak/bagian dari reformasi yang harus dilakukan. Jika partisipatoris dibangun berarti semua pejabat atau
Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus diberi bagian untuk dilibatkan, karena gubernur harus membuat perjanjian dengan masyarakat sebagai pembuat mandat kepada pejabat politik untuk melakukan aspirasinya.
Kata Soekarwo, demokrasi menetapkan partisipasi masyarakat atau demokrasi partisipatoris itu memerlukan proses agak panjang serta wawasan yang luas bagi pemimpinnya.
Hermawan Kertajaya mengatakan, dalam Undang-Undang (UU) Pelayanan Publik No 25/2009 disebutkan, pelayanan untuk kepentingan umum harus seimbang baik hak dan kewajiban, profesionalisme, partisipasi, akuntabilitas, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan, serta keterjangkauan.
Poin-poin penting yang harus diperhatikan adalah mengutamakan kebutuhan masyarakat, seperti menjelaskan hak masyarakat dalam pelayanan publik dan kepastian dalam standar pelayanan publik. Maklumat pelayanan dengan mendeklarasikan pelayanan menjadi pelayanan publik sesuai dengan standar pelayanan yang sesuai.
Seperti diketahui, sampai akhir 2009 penduduk Jatim jumlahnya sekitar 37.286.246 orang, sedangkan laju pertumbuhan penduduk 0,52 persen, sehingga Jatim merupakan salah satu provinsi yang laju penduduknya paling rendah di Indonesia. Menurut perhitungan, setiap keluarga rata-rata jumlah anaknya 1,9 orang. Dengan kondisi ini berarti kemandirian ber-keluarga berencana (KB) cukup baik.
Setelah di beri ceramah oleh Hermawan Kertajaya diharapkan pola pikir pejabat berubah menjadi positif untuk selanjutnya dipraktikkan dalam pelayanan masyarakat mulai dari tingkat kabupaten/kota hingga ke provinsi. Pelayanan publik yang dilakukan oleh aparatur harus bisa mengikuti dinamika-dinamika yang ada. (Ronny & Tia)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar